Kolonialisme dan Perpustakaan Naskah di Kepulauan Asia Tenggara

Leverhulme Research Leadership Award: Mapping Sumatra’s Manuscript Cultures

Undangan Menulis Makalah

Tenggat waktu pada 15 Februari 2023

Sebagian besar naskah dari beragam tradisi penulisan di kepulauan Asia Tenggara yang saat ini tersimpan di berbagai perpustakaan lembaga adalah hasil campur tangan kolonial. Naskah-naskah ini diperoleh baik atas dorongan kesarjanaan di bidang filologi dan kepurbakalaan, maupun sebagai dampak lanjut dari konflik antara kekuasaan lokal dan agen kolonial. Wacana umum di Asia Tenggara dan Eropa semakin menegaskan bahwa pemindahan naskah ini, baik melalui permintaan maupun perampasan, merupakan bentuk pencurian dan tindak kekerasan disengaja atas epistemologi lokal. Wacana akademis dalam kajian pernaskahan Melayu cenderung tidak mengambil pandangan ini, walaupun beberapa ilmuwan1 mencatat adanya distorsi atau kekacauan pada budaya pernaskahan Melayu yang diakibatkan oleh aksi pengumpulan naskah bangsa Eropa. 

Lokakarya ini bertujuan untuk melihat isu tersebut melalui sudut pandang baru, yakni dengan berfokus pada perpustakaan naskah—bukan naskah secara individual, tetapi sebagai koleksi buku dari ruang dan waktu tertentu. Ada dua jenis himpunan data yang berbeda terkait perpustakaan naskah ini. Pertama, koleksi dari era kolonial yang mana naskah-naskah hampir selalu terpisah dari perpustakaan asal tempat mereka ditemukan, dan karena itu terputus dari informasi kontekstual yang penting mengenai lingkungan sosial-intelektual yang asli. Kendati demikian, upaya untuk melacak sisa dari berbagai perpustakaan lokal dan merangkai kembali—meski tak sempurna—suatu gambaran yang lebih menyeluruh dari beragam perpustakaan lokal mungkin dilakukan melalui kerja filologis dan kodikologis.2 Kedua, koleksi perpustakaan naskah yang sintas bertahan di tempat asalnya, yang telah dikumpulkan melalui prakarsa seperti EAP dan DREAMSEA.3 Perpustakaan yang koleksinya direkam melalui program digitalisasi naskah oleh EAP dan DREAMSEA masih bertahan di tempat aslinya, dan dapat mewakili suatu tradisi sastra dan intelektual yang berkesinambungan. Kendati sedikit penelitian sudah dilakukan,4 jelas bahwa koleksi di tempat asli juga berubah seiring waktu berjalan. Dengan kata lain, isi, penggunaan, penyebaran dan maknanya di abad ke-21 tidak persis sama seperti di abad ke-18 atau ke-19. 

Dengan menyelidiki dampak kolonialisme terhadap perpustakaan naskah di kepulauan Asia Tenggara, lokakarya ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang mendasar dan terperinci mengenai budaya pernaskahan lokal—dalam hal teks, aliran, gaya, praktik pelaksaanaan dan materialitas—di seluruh kepulauan Asia Tenggara pada masa kolonial dan sesudahnya. Walaupun mengikutsertakan warisan dari praktik-praktik pengumpulan, epistemologi dan kajian filologi Orientalis, lokakarya ini menekankan pada tanggapan aktor lokal, bergerak melampaui narasi sederhana tentang kekuatan Eropa yang merusak dan pemerintahan lokal yang melemah. 

Undangan menulis makalah melingkupi tema tentang persinggungan antara perpustakaan naskah di kepulauan Asia Tenggara dan kolonialisme dalam pengertian yang luas. Hal ini bisa berupa studi kasus dalam cakupan proyek penelitian kami “Pemetaan Budaya Pernaskahan Sumatra” (Perpustakaan Kraton Palembang, perpustakaan pribadi di Aceh yang terekam secara digital melalui EAP329, dan perpustakaan surau Minangkabau yang didokumentasikan dalam EAP144) atau dengan menelaah perpustakaan atau koleksi naskah dari kepulauan lain di Asia Tenggara, baik terkait dengan keislaman atau bukan (misalnya di Jawa, Semenanjung Melayu, Filipina, atau Indonesia bagian timur). Topik yang dapat dipertimbangkan termasuk:

  • Penyelidikan atas perpustakaan atau koleksi khusus;
  • Oposisi atau pertentangan aktor lokal terhadap dan/atau kolaborasi dengan aktivitas kolonial di bidang filologi; 
  • Dampak campur tangan militer pada skriptorium atau perpustakaan; 
  • Kewenangan kolonial untuk untuk penyalinan naskah; 
  • Kajian perbandingan tentang pengumpulan manuskrip oleh berbagai rezim kolonial; 
  • Isu mengenai restitusi, idealnya bergerak melampaui pengembalian fisik dari naskah atau koleksinya dan lebih mengarah pada perhatian tentang bagaimana artefak material ini bermakna bagi masyarakat asalnya—sekali lagi—di masa kini. 

Makalah dapat diajukan untuk disajikan pada Lokakaya; atau calon peserta dapat mengajukan diri untuk menghadiri Lokakarya dan berpartisipasi dalam Masterclass untuk mahasiswa doktoral.

Pengajuan makalah untuk Lokakarya, Silakan kirim judul dan abstrak singkat sekitar 300 kata disertai dengan biografi singkat, hingga tenggat waktu pada 15 Februari 2023, kepada mh86@soas.ac.uk dan naskahsumatra@soas.ac.uk. Judul, abstrak dan presentasi dapat disampaikan dalam bahasa Inggris atau bahasa Melayu/Indonesia. 

Partisipasi dalam Masterclass: Peneliti pada tahap studi doktoral dapat mengajukan diri untuk menghadiri Lokakarya, dan berpartisipasi dalam masterclass. Dukungan dana untuk perjalanan dan akomodasi di London tersedia dalam jumlah yang terbatas. Silakan kirimkan deskripsi singkat tentang penelitian Anda dan bagaimana ia terkait dengan tema Lokakarya; dan biodata singkat, hingga tenggat waktu pada 15 Februari 2023, kepada mh86@soas.ac.uk dan naskahsumatra@soas.ac.uk

Lokakarya akan berlangsung tiga hari pada 24-26 Mei 2023 di SOAS Universitas London.

naskahsumatra@soas.ac.uk

@naskahsumatra

Baca posting ini dalam bahasa Inggris

Footnotes:

 1. E.U. Kratz, “The Editing of Malay Manuscripts and Textual Criticism,” Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 137 (1981): 236; Ian Proudfoot, “An Expedition into the Politics of Malay Philology,” Journal of the Malayan Branch of the Royal Asiatic Society 284 (2003).

 2. Misalnya Annabel Teh Gallop, “The Library of an 18th-Century Malay Bibliophile: Tengku Sayid Jafar, Panglima Besar of Selangor,” akan terbit di Social Codicology, ed. Olly Ackerman; Teuku Iskandar, “Palembang Kraton Manuscripts,” in A Man of Indonesian Letters: Essays in Honour of Professor A. Teeuw, eds. C.M.S. Hellwig and S.O. Robson (Dordrecht: Foris, 1986), 67-72; G. W. J. Drewes, Directions for Travellers on the Mystic Path (The Hague: Martinus Nijhoff, 1977), 198.

 3. Pranala the Endangered Archives Programme (EAP): https://eap.bl.uk/; dan proyek DREAMSEA: https://dreamsea.co/

 4. Artikel mutakhir yang penting dengan menggunakan sumber EAP adalah A.C.S. Peacock, “Arabic Manuscripts from Buton, Southeast Sulawesi, and the Literary Activities of Sultan Muḥammad ʿAydarūs (1824–1851),” The Journal of Islamic Manuscripts 10 (2019): 44-83.

css.php